A. Sejarah Public Relation
Perkembangan Public Relation (PR) sekarang ini tidak terlepas dari dua tokoh kenamaan yang dikenal sebagai bapak Public Relation dunia. Mereka berdua adalah Ivy Letbetter Lee danEdward L. Bernays. Kedua tokoh ini disebut-sebut sebagai peletak dasar PR modern, yang semakin hari keberadaannya dan perkembangannya sebagai ilmu dan bidang profesi semakin mapan dan diakui. Hal ini mengingat bahwa fakta modern menunjukkan banyak sarjana atau kaum professional yang tergiur dengan Public Relation. Padahal mereka diragukan keahliannya dalam masalah Public Relation. Hal ini merupakan kejadian yang seharusnya tidak terjadi karena nanti akan berakibat fatal bagi citra profesi PR.
Fenomena ironis dan patut diketawakan bahwa tidak sedikit dari mereka yang sebelumnya mengejek ilmu public relation dengan sebutan ilmu protokoler, tukang kliping, tetapi ternyata banyak diantara mereka yang bersikap sinisme itu mengejar public relation di lembaga pendidikan negri ataupun lembaga swasta. Selain itu, banyak pula diantara mereka yang mengadakan pelatihan di Perusahaan, termasuk konsultasi public relations padahal mereka hanya mempunyai disiplin ilmu komunikasi non PR. Bahkan akan menjadi lebih parah lagi jika seorang lulusan sarjana hukum mengaku expert dalam bidang PR. Hal ini menunjukkan banyaknya insan masa kini yang cenderung banting setir tidak peduli hal tersebut disiplin ilmunya atau bukan. Padahal hal ini akan membawa malapetaka bagi orang yang mengikuti pelatihannya dan akibat paling fatal dia akan dianggap tidak berkompeten karena tidak mampu memberikan penjelasan yang akurat, tepat, dan jelas.
Ivy Lee dianggap sebagai the father of public relation. Hal ini dikarenakan jasanya dengan cara memikirkan, mempraktekkan, dan membuat konsep yang jelas mengenai public relation. Dia juga berhasil mengembangkan Public Relation yang kemudian oleh kaum professional masa kini dijadikan sebagai landasan untuk dimekarkan menjadi obyek studi ilmiah.
Ivy Lee merupakan putra dari negarawan di Goergia Amerika Serikat. Ivy Lee sangat aktif dalam kegiatan Public Relation. Dia mulai karir di bidang Publik Relation mulai tahun 1906, pada saat industri batu bara di negaranya mengalami kesulitan akibat adanya pemogokan buruh. Pada saat itu Lee masih menjadi wartawan surat kabar. Setiap hari Lee termenung sembari memikirkan nasib negaranya, sikap keprihatinan Lee ini membuatnya berpikir untuk melakukan sesuatu kepada bangsanya. Oleh karena itu, Lee berusaha untuk menengahi ketegangan yang ada dengan memberikan sebuah gagasan yang konseptual dan menguntungkan kedua belah pihak.
Gagasan yang ditawarkan Lee kepada pimpinan perusahaan pada saat itu dengan berbagai persyaratan. Diantaranya adalah sebagai berikut: 1) ia diberikan kedudukan dalam manajemen puncak, 2) ia diberi wewenang penuh untuk menyebarkan semua informasi factual yang patut diketahui rakyat. Persyaratan itu akhirnya disetujui oleh pihak perusahaan sekalipun setelah melalui negosiasi yang alot. Hal ini dikarenakan persyaratan yang diajukan oleh Lee cenderung revolusioner, mengingat orang yang bergerak dalam bidang komunikasi dan informasi ketika itu tidak berada dalam struktur top management. Hal ini merupakan sejarah atau tinta emas yang pernah ditorehkan oleh Ivy Lee.
Pada mulanya kegiatan PR yang dilakukan oleh Lee tidak bernama Public Relation melainkan bernama declaration of principles, yang pada hakikatnya keberadaan public tidak dianggap enteng oleh manajemen industri dan tidak dianggap tidak bisa apa-apa oleh pers. Dengan sikap manis dan jujur, Lee mengungkapkan pemikiran yang brilian dengan cara membuka tabir perusahaan dalam hubungnnnya dengan masyarakat yang selama ini cenderung ditutup-tutupi. Langkah yang diambil Lee tersebut menghasilkan hasil yang positif karena masalah pemogokan buruh yang sedang terjadi berhasil diatasi. Selain itu, Lee juga mengungkapkan gagasan fenomenal dengan cara membangun hubungan baik antara perusahaan dengan pers.
Keberhasilan Ivy Lee mendamaikan buruh dengan pimpinan perusahaan tersebut menempatkan Lee sebagai orang pertama yang berhasil dalam Public Relations. Tidak lama berselang, Lee kemudian mendapatkan tawaran dari Pensylvania Railroad Company untuk mengatasi kesulitan-kesulitan perusahaan tersebut. Masalah yang dihadapkan pada Lee adalah masalah yang berhubungan dengan seringnya terjadi kecelakaan pada jaringan utama perusahaan kereta api tersebut.
Ivy Lee merasa prihatin dengan keadaan yang dialami oleh perusahaan Kereta Api tersebut. Kemudian Lee mengambil langkah dengan cara bernegosiasi dengan pihak direksi, manajemen dengan harapan nantinya apa yang akan dilakukan oleh Lee dapat memberikan kenyamanan pada semua pihak baik perusahaan maupun pers. Peristiwa ini atau langkah yang diambil oleh Lee ini menjadi berita yang menyenangkan bagi perusahaan, begitu juga pers yang merasa mereka juga diperhatikan dalam peliputan informasi atau berita sehingga informasi yang didapatkan menjadi lebih tepat dan akurat. Imbasnya para wartawan dapat bekerja dengan baik dan public merasa puas dengan apa yang telah disajikan oleh pers.
Tokoh lain dalam Public Relation adalah Edward L Bernays (1891-1995), sebagai bapak Public relation, nampaknya dia tidak cukup dikenal dibandingkan dengan Ivy Lee. Hal ini disebabkan banyaknya buku-buku klasik mengenai Public Relation yang lebih mengangkat Ivy Lee dibandingkan dirinya. Salah satu contoh adalah buku kenamaan tentang Public Relations yaitu effective public relation, di mana buku tersebut lebih sering membicarakan Ivy Lee dibandingkan Edward L. Bernays.
Edward L. Bernays merupakan keponakan dari ahli psikologi analisis yang bernama Sigmund Freud. Pemikiran dan kegiatannya untuk mengembangkan Public Relations sebagai profesi yang mantap, handal, mapan, dan bertanggungjawab dalam masyarakat demokrasi betul-betul tidak mengenal lelah. Bahkan sebagai ungkapan kecintaannya pada Public Relations, ia menghabiskan kariernya dengan menjadi konsultan Public Relations.
Puncak kecintaan Edward terhadap Public Relations diwujudkannya dalam sebuah buku yang dikarangnya. Buku tersebut berjudul Crystalizing Public Opinion (1923). Buku ini disusun berdasarkan konsep klasik tentang Public Relations dimana Public Relations berkembang dan terpisah dengan press agentry dan publicity work yang dirintis oleh Ivy Lee. Edward L. Bernays lebih cenderung dengan konsep yang ditemukannya yakniengineering of public consent dan public relations councel. Kedua konsep tersebut dianggap Edward L. Bernays sebagai cara yang paling konsisten dan bertanggung jawab. Bahkan bukti kecintaanya terhadap Pubilc Relation di usianya yang ke 101, ia tetap bersemangat ketika berbicara mengenai public relation dihadapan generasi penerusnya.
Public Relation dianggap menjanjikan bagi masa depan. Oleh karena itu, seorang ahli Public Relations harus terakreditasi dan mempunyai lisensi. Akan tetapi hal itu cenderung diabaikan mengingat fenomena-fenomena yang terjadi sekarang ini. Banyak sekali orang yang beralih profesi dengan kilat sekalipun hal itu bukan disiplin ilmunya. Dan cukup banyak dari mereka yang menyatakan keengganan untuk diakreditasi dan dilisensi dengan alas an-alasan mereka yang cukup logis. Sebagai orang yang professional tidak sepantasnya melakukan hal itu, kita harus bersikap gentle dan mengatakan sesuai dengan fakta yang ada.
Perkembangan PR di Negara Barat
Di Negara Eropa dan Amerika Serikat pihak pertama yang telah menerapkan teknik-teknik Public Relations adalah pemerintahnya. Salah satu buktinya adalah pada tahun 1809 Departemen Keuangan Inggris Raya yang menunjuk juru bicara resmi. Kemudian pada tahun 1854, Dinas Pos Inggris Raya dalam salah satu laporan tahunannya, mengakui perlunya penjelasan secara luas atas pelayanan yang dilakukan kepada masyarakat umum. Akan tetapi, taktik Public Relations yang cukup rinci dan terarah mulai digunakan oleh pemerintah inggris pada tahun 1912 (Anggoro. 2000: 31).
Di Amerika Serikat, biro konsultan Public Relations yang pertama dibentuk oleh seorang mantan wartawan yang bernama Ivy Lee. Sebelum membentuk lembaga konsultasi Public Relations secara resmi, ia pernah menangani berbagai kasus yang berkaitan dengan tugas Public Relations. Seperti kasus pemogokan buruh industry batu bara dan kesulitan-kesulitan yang dialami oleh Pensylvania Railroad Company akibat kecelakaan jaringan utama pada perusahaan.
Perkembangan PR di dunia ketiga
Public Relation atau yang sering disingkat PR merupakan suatu subyek studi dan kegiatan yang sangat diminati di Negara-negara dunia ketiga. Hal ini dikarenakan adanya tantangan untuk memenuhi kebutuhan yang begitu mendesak untuk menyebarkan berbagai macam pengetahuan dan pemahaman kepada penduduknya, baik dalam sector swasta maupun pemerintah di dunia ketiga ini (Anggoro. 2000: 34).
Pemerintah Negara-negara berkembang dewasa ini menghadapai tantangan Public Relations yang sangat besar. Sehubungan dengan tantangan besar itu, maka lembaga-lembaga pemerintah membutuhkan para praktisi public relation yang andal baik dari sector industry maupun pemerintahan. Hal ini mengingat Public Relation tidak hanya dibutuhkan oleh perusahaan saja melainkan juga militer dan kepolisian. Akan tetapi pada mulanya public relation ada hanya untuk mengembangkan perusahaan-perusahaan supaya menjadi lebih baik dan maju.
Perkembangan PR di Indonesia
Berdasarkan sejarah dan berjalannya waktu telah diketahui bahwa tidak ada catatan yang pasti mengenai kapan mulai munculnya public relation di Indonesia. Namun secara praktek, Public Relation sudah ada di Nusantara sebelum datangnya Belanda. Sebagai salah satu contohnya, usaha Panembahan Senopati untuk menyebarkan citra positif bahwa ia dan keturunannya akan menjadi pasangan Nyai Ageng Roro Kidul. Hal itu dilakukan Panembahan Senopati hanya untuk menyaingi popularitas para wali yang sangat disegani pada saat itu.
Public relation di Indonesia, jika ditinjau dari segi kelembagaan dan institusional, profesi sebagai Public Relations baru diakui keberadaannya bersamaan dengan dibentuknya Bakohumas pada 13 Maret 1971. Bakohumas sendiri menghimpun para pejabat dan staf Public Relations di lingkungan Departemen, Lembaga pemerintah, dan BUMN. Perkembangan Public Relation di Indonesia berjalan cukup pesat. Setidaknya terdapat tiga factor yang melatar belakangi cepatnya perkembangan public relation di Indonesia. Diantaranya adalah 1) cepatnya kemajuan teknologi, 2) pertumbuhan ekonomi, dan 3) kian hausnya masyarakat akan informasi.
Lembaga Public Relations yang pertama kali berdiri di Indonesia adalah Perhumas. Lembaga ini didirikan pada tanggal 12 Desember 1972. Pendirinya terdiri dari berbagai kalangan baik itu kalangan swasta maupun kalangan pemerintah antara lain Wardiman Djojonegoro, Marah Yunus, Nana Sutrisna, Feisal Tamim, dan lain sebagainya. Selain itu, Perhumas juga tercatat sebagai anggota IPRA (International Public Relation Association) yang berpusat di Jenewa, Swiss serta ikut merintis adanya FAPRO (Federation of ASEAN Public Relation Organizations) pada awal 1980-an.
Indonesia juga mencatat sejarah dengan membentuk Forkamas (Forum Komunikasi Humas Perbanas) pada tanggal 13 september 1996. Forum ini ditujukan untuk menghimpun Public Relations dari kalangan perbankan. Penggagas dari forum ini adalah gubernur BI pada saat itu yakni Sudrajad Djiwandono. Akan tetapi pada tahun-tahun sebelumnnya, tepatnya pada tahun 1986 perusahaan biro-biro juga telah melakukan hal yang sama dengan nama APPRI (Asosiasi Perusahaan Public Relation Indonesia). Diluar itu juga masih banyak asosiasi-asosiasi yang sifatnya lebih independen. Misalnya H3(Himpunan Humas Hotel) yang terbentuk pada 23 februari 1995. Hal inilah yang semakin mempercepat perkembangan Public Relations di Indonesia karena dengan adanya banyak wadah maka semua akan lebih mudah dalam berkreasi.
B. Pengertian Public Relation
Banyak orang bertannya-bertanya, apa sebenarnya makna dari Public Relations itu. Dengan terjawabnya pertanyaan dari Public Relations maka isi dan ruang lingkupnya juga akan terjawab. Untuk itu terdapat banyak deskripsi mengenai pengertian Public Relation. Adanya perbedaan rumusan hanya tergantung pada tujuan yang akan dicapai. Definisi Public Relation juga dipengaruhi oleh tipe organisasi atau tipe perusahaan. Misalnya tipe perusahaan yang bertaraf internasional maka akan mendefinisikan PR dengan menatap Public Relations yang ada di taraf regional dan nasional saja. Di sisi lain orang melihat Public Relations hanya sebagai sarana atau paket teknik. Oleh karena itu, untuk mendefinisikan Publik Relations haruslah dibedakan baik itu ditinjau dari segi definisi situasi, definisi kebijakan, definisi profesi, definisi teknik, ataupun definisi pelajaran.
Public Relation merupakan sebuah proses dimana proses tersebut merupakan pluridimensional dari adanya aksi antara organisasi dan masyarakat, dimana struktur-struktur psikososial, cultural, ekonomis, politik, ideologis, politis, filososis memainkan peranan. Proses ini dipertahankan oleh proses komunikasi menuju ke proses transaksi. Sedangkan secara terminologis, public relation tidak hanya ingin mengatakan adanya relasi dengan public melainkan relasi dengan masyarakat secara umum.
Dari beberapa fenomena di atas dapat diambil kesimpulan mengenai pengertian Public Relation. Public relation dapat diartikan sebagai suatu relasi kelompok tertentu dari suatu organisasi intern dan ekstern dengan menciptakan image yang baik untuk menarik simpati public sehingga apa yang menjadi tujuan dan sasaran dari public relation cepat terealisasi.
Dalam referensi lain disebutkan bahwa secara konsepsi, PR adalah salah satu bidang ilmu komunikasi, kendati secara praktis komunikasi adalah tulang punggung dari kegiatan public relation. Konsep lain juga mengatakan bahwa PR merupakan jembatan antara perusahaan atau organisasi dengan publiknya sehingga terjadi mutual understanding atau saling pengertian.
Salah satu ilmuan barat yang berama Sukatendel mengatakan bahwa PR adalah metode komunikasi untuk menciptakan citra positif dari mitra organisasi atas dasar menghormati kepentingan bersama. Pengertian yang diajukan oleh Sukatendel tersebut mengandung empat unsure yakni 1) komunikasi sebagai ilmu, 2) citra, 3) mitra, dan 4) mutual interest atau kepentingan bersama.
Scoot M Cutlip juga berpendapat bahwa PR merupakan fungsi manajemen yang menilai sikap-sikap public, mengidentifikasi, kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur dari individu atau organisasi atas dasar kepentingan public serta melaksanakan rencana kerja untuk memperoleh pengertian dan pengakuan dari public.
Dari kedua pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa peran atau arti PR bagi perusahaan sangatlah penting. Oleh karena itu, jangan sekali-kali meletakkan sembarang orang pada jabatan PR karena public relation cukup memegang peranan dalam proses perkembangan perusahaan. Di Indonesia jabatan tertinggi dari Public Relation sering kita dengar dengan sebutan Senior Vice President Director of Corporate Communication. Posisi lainnya adalah setingkat dengan manager atau general manager.
Public relation mempunyai banyak nama lain. Diantaranya adalah public affairs, corporate communication, corporate secretary, corporate relation, public information, corporate affairs, integrated marketing, dan lain sebagainya. Pada dasarnya tidak peduli apa istilah dari Public Relation yang digunakan karena hal itu tidak berpengaruh terhadap peran dan tugas dari public relation itu sendiri.
C. Tujuan, Peranan, dan Praktik Public Relation
Public relation mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Baik itu dari segi pengertian, tujuan, peranan, dan praktiknya. Oleh karena itu, semuanya perlu di paparkan secara rinci sehingga menjadi sebuah kepastian atau pernyataan yang jelas sehingga orang yang ingin mempelajari dan mendalami public relation dapat memperoleh wawasan yang memadai dan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Tujuan Public Relation
Pada dasarnya public relation dilaksanakan dengan sebuah tujuan yang terstruktur, terencana, dan terukur. Dengan kata lain, seluruh pekerjaan public relation harus dievaluasi, untuk kemudian dilakukan peningkatan dan perbaikan guna tercapainya tujuan organisasi. Tujuan dari public relations sendiri sudah sangat jelas jika dilihat dari beberapa pengertian yang telah diuarikan di atas.
Dalam sebuah pernyataan atau konsep dapat digambarkan bahwa tujuan dari public relation adalah mempengaruhi public supaya peusahaan atau instansi yang bersangkutan mendapatkan pengertian atau pemahaman, dukungan, serta memperoleh perilaku yang positif dari publiknya sehingga dapat tercipta saling memahami, mengerti dan mengetahui diantara keduanya.
Salah satu tokoh PR dari barat yang bernama Philip Lesly menyebutkan bahwa tujuan dari kegiatan PR adalah sebagai berikut: 1) Prestise atau citra baik dengan segenap faidahnya, 2) Promosi produk atau jasa, 3) Mendeteksi dan menangani isu peluang, 4) Menetapkan postur organisasi ketika berhadapan dengan publiknya, 5) Good will dari karyawan atau anggota organisasi, 6) Mengayomi good will komunitas tempat organisasi menjadi bagian didalamnya, 7) Good will para stockholder dan konstituen, 8) Mengatasi kesalah pahaman dan prasangka, 9) Mencegah serangan, 10) Good will para pemasok, 11) Good will pemerintah, 12) Good will bagian lain dari industry, 13) Good will para dealer dan menarik dealer lain, 14) Kemampuan untuk mendapatkan personel terbaik, 15) Pendidikan public untuk menggunakan produk atau jasa, 16) Mencegah dan member solusi masalah perburuhan, 17) Pendidikan public untuk satu titik pandang, 18) Good will para pelanggan atau para pendukung, 19) Investigasi sikap berbagai kelompok terhadap perusahaan, 20) Merumuskan dan membuat pedoman kebijakan, 21) Mengerahkan perubahan, 22) Menaungi viabilitas masyarakat tempat organisasi berfungsi.
Menurut Philip Lesly, dua puluh dua hal tersebutlah yang menjadi tujuan dari public relation atau yang disingkat dengan PR. Dari beberapa yang diuraikan oleh Philip Lesly dapat diketahui bahwa cakupan dari public relation sangatlah luas.
Peranan Public Relation
Peran atau peranan dari public relation bagi kehidupan terlebih pada perusahaan atau instansi sangatlah jelas. Hal ini dikarenakan public relation menyangkut kepentingan setiap organisasi baik itu kepentingan komersial maupun kepentingan non komersial. Kehadirannya tidak bisa dicegah. Sebenarnya yang disebut dengan public relation terdiri dari semua bentuk komunikasi organisasi (Jefkins, 1995: 8).
Aktivitas public relation sehari-hari adalah menyelenggarakan komunikasi timbal balik antara perusahaan dengan publiknya yang bertujuan untuk menciptakan saling pengertian dan dukungan bagi terciptanya suatu tujuan tertentu. Jadi kegiatan Public Relations tersebut sangat erat kaitannya dengan pembentukan opini public dan perubahan sikap dari masyarakat (Ruslan. 2000: 1).
Bidang PR sangat luas dan menyangkut hubungan dengan berbagai pihak. Public Relations tidak sekedar relations saja, meskipun personal relations mempunyai peranan yang sangat besar dalam kampanye PR. Public relation juga bukan hanya menjual senyum manis belaka atau propaganda dengan tujuan memperoleh kemenangan sendiri atau mendekati pers dengan tujuan untuk memperoleh suatu pemberitahuan. Lebih dari itu, Public Relations juga mengandalkan strategi agar perusahaan disukai oleh public atau pihal-pihak yang berhubungan. Pihak yang berhubungan dengan perusahaan ini sering disebut dengan stakeholder atau target public. Mereka membentuk opini di dalam masyarakat dan dapat mengangkat atau menjatuhkan citra perusahaan. Maka dari itu, PR mempunyai peranan penting sekaligus sebagai fungsi strategi dalam manajemen yang melakukan komunikasi untuk menimbulkan pemahaman dan penerimaan dari public (Kasali. 1994: 15).
Prinsip inilah yang sering dianut oleh ahli PR masa kini. Hal ini dikarenakan prinsip komunikasi dua arah merupakan jalan terbaik untuk mencapai sesuatu yang lebih baik sehingga sangat wajar jika para ahli PR selalu menerapkan prinsip ini dalam prinsip inti PR.
Praktik Public Relation
Dalam kehidupan sehari hari terdapat berbagai praktek public relation. Misalnya praktik PR sebagai komunikator organisasi, lembaga atau perusahaan. Hal ini tidak terlepas dari kedudukan PR itu sendiri dimana PR menjadi jembatan komunikasi antara suatu organisasi, lembaga, perusahaan dengan publiknya, sehingga tercipta saling pengertian antara keduanya, yang pada akhirnya akan tercipta citra positif dan dukungan public terhadap keberadaan organisasi tersebut.
Praktik PR sekarang ini banyak dilakukan oleh berbagai lembaga, organisasi, dan perusahaan dimana PR tersebut bertindak sebagai komunikator ketika public atau masyarakat berhubungan dengan organisasi atau perusahaan tersebut. Misalnya, ketika Era presiden Gus Dur kita mengenal juru bicara presiden. Praktik PR pada hakikatnya adalah aktivitas, sehingga tujuan praktik PR dapat dibandingkan dengan tujuan komunikasi, yakni adanya penguatan dan perubahan pengetahuan, perasaan dan perilaku komunikan. Praktik PR hanya bertujuan terjaga dan terbentuknya pengetahuan, perasaan dan perilaku positif public terhadap suatu organisasi atau perusahaan.
Praktik PR juga sebagai fungsi manajemen yang nantinya akan mendorong kemampuan dan saling memelihara arus komuikasi yang menciptakan pengertian, penerimaan dan kerjasama antar organisasi dengan berbagai publiknya termasuk melibatkan diri dalam managemen untuk memecahkan salah satu mentasi suatu isu, membantu manajemen pula untuk menginformasikan dan merespon terhadap opini public, membatasi dan menegaskan akan tanggung jawab manajemen untuk melayani public yang berkepentingan, membantu manajemen membuat kebijakan tertentu secara efektif, menjalan kan system peringatan dini untuk mengantisipasi kecenderungan-kecenderungan dan menggunakan penelitian, akal sehat serta komunikasi secara etis sebagai alat prinsipil yang dimiliki (diadaptasi dari Cutlip, Center and Broom. 2000: 4).
Praktik Public Relations sebagai komunikator, tentunya harus memiliki berbagai persyaratan, sehingga nantinya dalam menjalankan Public Relations benar-benar diakui dan mempunyai kapabilitas dalam bidangnya. Setidaknya terdapat lima persyaratan mendasar bagi seseorang yang ingin menjadi Public Relations handal. Diantaranya adalah 1) kemampuan untuk berkomunikasi, 2) kemampuan manajerial atau kepemimpinan, 3) kemampuan bergaul atau membina relasi, 4) memiliki kepribadian yang utuh atau jujur, dan 5) banyak ide kreatif.
Kelima hal di atas dapat direalisasikan oleh ahli PR dalam bentuk komunikasi lisan maupun tulisan, yakni ia harus mampu berbicara dengan baik ketika di depan umum, mampu melakukan presentasi dengan baik, mampu mewawancarai dalam upaya pengumpulan data dan fakta, mampu menjawab dengan baik ketika diwawancarai pers, dan lain sebagainya. Selain itu, mereka juga harus mampu membuat press release untuk dikirim ke Media Massa, membuat berita, membuat artikel, dan lain sebagainya.
Kemampuan manajerial atau kepemimpinan seorang PR dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengantisipasi masalah dalam dan luar organisasi, termasuk kemampuan untuk menyusun rencana kegiatan dan melaksanakannya. Seorang PR diharapkan mampu mengorganisasikan berbagai kegiatan PR. Hal ini dapat diwujudkan dengan berbagai sikap. Misalnya, hari-hari selalu terisi dengan berpikir, merencana, membuat anggaran, negosiasi, evaluasi, membuat laporan, dan lain sebagainya. Singkatnya seorang PR harus bekerja keras dengan menggunakan pikiran yang jernih dan obyektif.
Kemampuan bergaul atau membina relasi artinya harus mampu berhubungan dan bekerjasama dengan berbagai macam orang, dan mampu menjaga komunikasi yang baik dengan orang-orang yang berbeda termasuk dengan orang-orang yang mempunyai berbagai tingkatan. Setiap orang yang berprofesi sebagai PR harus selalu memperluas jaringan kerjanya sehingga dapat memperlancat tugasnya sebagai ahli PR. Selain itu, seorang PR juga harus mampu melakukan pendekatan personal dengan baik dengan catatan tetap memprioritaskan integritas profesinya masing-masing. Seorang ahli PR harus mempunyai pergaulan yang luas, banyak dikenal orang, dan supel. Apabila seorang PR tidak luas pergaulannya maka hal itu akan menjadi kartu mati bagi karirnya.
Kepribadian yang utuh dan jujur artinya seorang PR harus memiliki kredibilitas yang tinggi, yakni dapat diandalakan, dapat dipercaya oleh orang lain, dan dapat diterima orang kebanyakan sebagai orang yang mempunyai kepribadian utuh atau jujur. Misalnya, sebagai seorang PR yang menjadi sumber berita maka seorang PR tersebut harus dapat dipercaya sehingga berita yang disampaikan bernilai tinggi dengan tetap memperhatikan etika profesi yang ada supaya tidak terjadi misinformasi, miskomunikasi, atau mispengertian. Hal ini semata-mata dilatar belakangi oleh keinginan setiap perusahaan atau setiap oraganisasi untuk menciptakan mutual understanding.
Memiliki banyak ide merupakan sebuah keharusan bagi setiap orang yang ingin menjadi ahli PR. Artinya seorang PR harus mempnyai wawasan yang luas sehingga permasalahan serumit apapun akan diketahui benang merahnya. Berpikir kreatif merupakan tuntutan bagi seorang PR, artinya seorang PR seharusnya tidak selalu polos atau berbicara hitam putih, kadangkala harus abu-abu atau lainnya sepanjang tidak dusta tentang fakta yang sebenarnya. Seorang PR, kemampuannya harus benar-benar terasah karena tugasnya semakin hari semakin berat. Terlebih lagi di Era sekarang di mana ekonomi sedang mengalami krisis dan kemajuan tekhnologi informasi semakin pesat.
Seorang PR harus mempunyai sikap yang etis dalam menjalankan tugasnya. Karena sikap akan menimbulkan kesan yang nantinya akan mempengaruhi cara pandang orang yang baru mengenal kita. Adapun sikap etis yang harus dimiliki seorang PR antara lain: 1) menjadi komunikator untuk public internal dan public ekternal, 2) tidak terlepas dari faktor kejujuran sebagai landasan utamanya, 3) membuat public atau masyarakat merasa diakui dan dibutuhkan keberadaannya, 4) etika sehari-hari dalam berkomunikasi harus tetap dijaga, 5) menyampaikan informasi-informasi yang penting kepada public, 6) menghormati nilai-nilai kemanusiaan, 7) mampu memberikan keputusan dan kebijakan yang arif sesuai dengan batas-batas moralitas, 8) penuh pengabdian terhadap profesinya, 9) mentaati kode etik yang berlaku (diadaptasi dari Soemirat dan Ardianto. 2003: 175).
Dalam referensi lain, F. Rachmadi (1994) menyebutkan bahwa persyaratan dasar menjalankan praktik PR adalah menyelenggarakan hubungan dengan publiknya guna memperoleh dukungan dan disukai publiknya adalah 1) kemampuan mengamati dan menganalisis problem, 2) kemampuan menarik perhatian, 3) kemampuan mempengaruhi opini, dan 4) kemampuan menjalin hubungan dan suasana saling percaya.
Dari keempat hal tersebut dapat diambil kesimpulan secara sepintas bahwa tugas PR sangat luas dan berat. Menurut Koogan seperti yang dikutip oleh Rachmadi (1994) mengatakan bahwa fungsi pokok PR adalah fungsi manajemen, sebagai peneliti dan penilai selera serta sikap masyarakat guna menyelaraskan kebijakan organisasi atau perusahaan dengan kepentingan umum dengan cara melaksanakan rencana kerja sebaik mungkin.
Pada prinsipnya Public Relations adalah fungsi manjemen puncak. Artinya kehadiran PR di dalam suatu organisasi, lembaga, perusahaan sudah selayaknya berada dibawah pimpinan tertinggi atau sekurang-kurangnya mempunyai hubungan kerja langsung dengan petinggi. Praktik PR sebagai komunikator yang baik harus mencari tahu bagaimana pihak lain memandang sebuah organisasi, lembaga atau perusahaan karena citra perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain berbeda-beda tergantung pada jumlah orang yang memandangnya. Oleh karena itu, salah satu tujuan organisasi atau perusahaan adalah memperluas praktek PR-nya sehingga citra yang dihasilkan akan lebih baik dibandingkan sebelumya.
Menjadi komunikator yang baik dalam menjalankan praktek PR harus mampu menganalisis situasi. memang menganalisis situasi merupakan sesuatu yang sulit. Akan tetapi perlu diingat bahwa yang terpenting adalah pendekatan sistematik pada pemecahan masalah Public Relations itu sendiri karena semua orang yakin bahwa tidak mungkin akan terjadi dua situasi yang sama persis. Mungkin sejumlah situasi mempunyai unsure yang sama namun tetap ada perbedaannya. Misalnya, perbedaan dalam masalah penanganannya atau metode pendekatannya. Jadi sedekat apapun situasi pasti akan nampak penyebabnya dan menuntut satu pendekatan yang unik (Coulson-Thomas. 1996: 27).
Praktik PR sebagai komunikator yang baik perlu memiliki jiwa kepemimpinan yang berprinsip, dengan paradigm terobosan-terobosan cara berpikir baru yang mampu menyelesaikan dan membantu kehidupan modern masa kini, sehingga diperlukan 1) pertimbangan keseimbangan yang bijak, 2) kesederhanaan ditengah kompleksitas, 3) arah dan tujuan sebagi peta terlengkap, memandang kelemahan, kekuatan manusiawi, 4) pergantian prasangka dengan rasa hormat, 5) dapat diberdayakan dan memberdayakan orang, 6) dorongan untuk berubah dan memperbaiki diri, 7) anggota yang berguna dab saling melengkapi, 8) dimana harus memulai perubahan dan perbaikan, 9) bias mengkoordinasi dan mau dikoordinasi (diadaptasi dari Rumanti. 2002: 244).
Covey, dalam Rumanti (2002) mengemukakan bahwa sosok sikap pemimpin yang harus ditemukan dalam ahli PR adalah 1) pribadi yang terus belajar, 2) pribadi yang beorientasi pada pelayanan, 3) pribadi yang memancarkan energy positif, dan 4) pribadi yang berjiwa positif serta mampu mempercayai orang lain.
Melihat dari beberapa uraian diatas dapat diketahui bahwa praktik PR sangatlah luas sehingga sangat wajar jika PR dikatakan sebagai suatu fungsi strategis dalam manajemen yang melakukan komunikasi untuk menimbulkan pemahaman dan pengertian public sehingga tercipta keharmonisan diantara keduanya dengan mengandalkan modal kejujuran, sikap terbuka, konsisten, dan tidak mengasingkan diri.
D. Teknik-teknik Public Relation dalam menggalang citra / Opini publik
Praktisi Public Relation dalam melakukan kampanye bertujuan untuk menggalang atau merekayasa citra / opini public yang disusun secara bertahap atau periodic dengan berbagai rencana yang terprogram. Sebelum mengadakan kampanye untuk menggalanng opini public / citra diperlukan agenda setting. Agenda setting adalah penyusunan suatu benda atau scenario untuk mengangkat sesuatu atau menggalang citra baik melalui publikasi dan promosi.
Agenda setting merupakan langkah yang harus dilakukan sebelum melangkah untuk menggalang opini public atau citra perusahaan. Sebuah catatan penting harus diingat bahwa tidak semua agenda setting akan berhasil karena tidak semua yang kita lakukan akan berhasil, adakalanya pasti gagal. Akan tetapi kita sebagai manusia harus berusaha semaksimal mungkin sehingga apa yang kita inginkan dapat tercapai.
Dalam praktik Public Relation atau Kehumasan untuk membangun citra positif perusahaan atau menggalang opini public yang positif ada tiga tekhnik. Diantaranya adalah sebagai berikut: 1) tekanan (pressure), 2) membeli (buying), 3) bujukan (persuasive).
Membangun citra perusahaan atau menggalang opini public melalui tekanan biasanya lebih banyak menggunakan pengaruh, baik secara individu yang mempunyai kewibawaan atau charisma pribadi berdasarkan kekuatan atau jabatan tertentu. Sednagkan melalui buying atau dengan membeli suara alias menyogok dengan sejumlah uang agar memperoleh dukungan atau citra baik. Cara ini seringkali dilakukan ketika dalam masa pemilihan kepala desa atau pemilihan lainnya. Pihak perusahaan juga seringkali melakukan cara yang sama. Akan tetapi perlu diketahui bahwa kedua cara ini kurang baik akibatnya apalagi jika ada unsure buying yang merupakan tindakan melawan hokum. Bahkan menjual informasi saham perusahan di bursa efek baik dilungkup Indonesia atau internasional.
Membangun citra atau menggalang opini public yang positif dapat dilakukan dengan cara yang wajar yaitu dengan teknik persuasi atau bujukan. Artinya tekhnik ini akan berfungsi dimana:
- Untuk mengubah citra atau menggalang opini public yang bermusuhan, harus dilakukan dengan cara minimal yaitu menetralisasi bahkan bila perlu dilakukan rekayasa citra melalui The PR transfer process.
- Membujuk untuk mengkristalisasi citra yang belum terbentuk dimana sesuatu tersebut mempunyai potensi, tetapi masih laten.
- Membujuk agar opini public yang sudah menguntungkan diupayakan tetap dipertahankan jika diperlukan harus lebih ditingkatkan.
Jika ditarik kesimpulan dari beberapa hal diatas maka kegiatan untuk membangun citra perusahaan dalam konsep PR, yang paling penting adalah membentuk dan merekayasa citra perusahaan dengan cara mempertahankan yang sudah ada dan meningkatkan serta membangun yang belum dibangun.
Proses terjadinya citra yang baik atau opini public yang baik, menurut salah satu ilmuan PR barat yang bernama Scoot M. Cutlip dan Allen Center, selalu mengikuti tiga pola atau tahapan yaitu:
- Mengangkat isu kepermukaan melalui agenda setting bekerjasama dengan pihak pers dan PR bertindak sebagai power maker serta sumber berita dengan membuat publisitas semenarik mungkin.
- Melemparkan isu tersebut kemudian diperdebatkan dan dicarikan pemecahan masalahnya.
- Mengarahkan atau menggiring isu atau topic tersebut kea rah pemecahan yang dapat diterima oleh public atau masyarakat umum.
Ketiga konsep yang ditawarkan oleh kedua tokoh tersebut dapat dianalogikan dengan kondisi perusahaan yang ingin membangun sebuah citra positif dan opini public yang positif. Selain itu, ketiga konsep tersebut juga bertujuan untuk membangun citra perusahaan dengan mengoptimalkan fungsi PR. Dan tugas PR dal;am ruang lingkup yang seperti ini adalah melakukan sesuatunya dengan kemampuan maksimal sehingga apa yang diinginkan oleh perusahaan yaitu keinginan untuk mendapatkan citra positif atau opini public yang positif dapat dicapai dengan mudah.
E. Kesimpulan
Era perang citra telah lama dimulai. Terlebih lagi di Era globalisasi ini dimana dinamika publiknya semakin besar dan berkembang. Keinginan, tuntutan, harapan public untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik sudah sulit dibendung lagi mengingat kemajuan tekhnologi yang semakin maju dan munculnya banyak cendekiawan yang selalu bersikap kritis terhadap segala sesuatu.
Melihat kondisi dan situasi public sekarang ini bagi seorang komunikator organisasi atau perusahaan PR sangat diperlukan guna mempermudah hubungan dengan public. Oleh karena itu, wajar jika banyak sekali cendekiawan masa kini yang melirik profesi PR karena dianggap sangat prospektif. Bahkan sangat tidak menutup kemungkinan jika banyak sarjana atau cendekiawan non-PR yang melakukan kursus kilat untuk menguasai ilmu ini.